Girat Makam Sunan Bejagung Tersingkap
![bejagung](http://posmo.net/PNGs/PERISTIWA/420/sn%20bejagung-7.png)
SYEKH Asy’ari atau versi lain bernama Syarif Asy’ari Baidhowi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Sunan Bejagung Lor. Tokoh yang satu ini menurut cerita tutur datang dari tanah sebrang, seperti waliullah lain. Namun ada pula yang mengatakan bahwa beliau asli Jawa yakni dari daerah yang tidak jauh dari tempat peristirahatan yang sekarang, yakni dari Paciran.
Pastinya, bila kita mencari tahu tentang asal usul Mbah Asy’ari membutuhkan waktu lama. Yang jelas, beliau begitu diyakini seorang wali dan pesareannya yang ada di Bejagung Lor kerap kali dijadikan wasilah atau ngalap berkah. Tidak saja, kalangan cilik yang datang untuk berwasilah, para kiai termasuk Gus Dur juga pernah mendatangi pesareannya.
Menilik dari tingkat kekaromatan Mbah Asy’ari, maka tidak sedikit yang nenepi dan bermalam untuk mencari semacam ilham. Khususnya bagi mereka yang sedang kalut, entah karena masalah ekonomi, keluarga, atau sedang menyelami atau mendalami ilmu kanuragan atau justru ilmu ketauhidan. Sampai-sampai tidak sedikit mereka yang berharap mendapatkan gaman atau senjata yang dulu menjadi pegangan atau andalan Mbah Sunan Asy’ari. Semua itu menandakan bahwa ulama yang satu ini diyakini memiliki kesaktian tinggi juga punya senjata yang cukup bagus.
Yang jelas, pesarean yang selama ini adem ayem dan begitu asri mendadak gempar. Pasalnya, kondisi pesarean berantakan dan ada bekas galian. Ketika posmo sedang melihat, ternyata cungkup yang sudah ditembok rapi itu terkunci dan tertulis kalimat Sebelum ada konservasi selain petugas dilarang masuk.
Kuntaha, sang juru kunci, gagal ditemui posmo. Namun menurut penuturannya ke beberapa pihak, penggalian makam itu dilakukan untuk mengganti lantai yang semula dari ubin biasa diganti keramik. Hanya saja, tindakan itu tidak seizin pihak purbakala.
Sementara itu, juru kunci lain yakni H. Iskandar mengaku tidak tahu menahu tentang penggalian itu. Yang jelas, girat (penutup lubang mayat ketika disarekan) terlihat. Dan saat itulah, penggalian dihentikan.
Yang menjadi tanda tanya, apakah penggalian itu murni untuk mengganti lantai saja. Ataukah ada tekanan tertentu dari pihak lain, seperti pejabat guna mencari gaman atau benda lain? Sebagai juru kunci mestinya tahu bahwa Sunan Bejagung merupakan situs yang perlu dilindungi dan tidak boleh semaunya untuk mengubah atau menggalinya.
Yang lebih aneh lagi, salah satu kiai besar dan terkenal dari Jatim juga pernah mendapat julukan kiai khos NU melakukan istighotsah beserta santri-santrinya. Kedatangan kiai ini seperti menyamar dan tidak menunjukkan jati dirinya. Namun, aksi kiai ini berhasil diungkap Solomon, pimpinan Selapan (Jamaah Malam Sabtu Pahingan Tarekat Sadziliyah) yang berkedudukan di Jl. Basuki Rahmad 105 Tuban. Bahkan sempat ditegur, “Gus, kok njenengan. Lanopo istigotsah teng mriki.”
Begitu ditegur Solomon seperti itu, dan disaksikan H. Iskandar, kiai ini tersentak dan seakan tidak percaya aksinya ada yang mengetahui. Dalam perkembangannya, entah mengapa, yang jelas, kiai ini mengaku bahwa dia juga termasuk Tarekat Sadziliyah. Solomon pun kaget, mengapa kiai ini bicara seperti itu dan apa maksud dan tujuannya.
Setelah pertemuan itu, Solomon lantas berpikir, mengapa kiai sekelas dia sampai datang ke Mbah Sunan Asya’ari. Apakah lewat batinnya dan kesohoran namanya tidak mampu memanggil atau melakukan kontak person. Ini sebuah bukti bahwa kedatangannya ke pesarean ini tidak sekadar melakukan istighotsah biasa, apalagi dengan mencoba menutup diri agar tidak dikenali orang lain siapa sebenarnya dia.
Politik
Di gapura masuk ke pesarean, ada dua pesan Mbah Sunan Bejagung yang sangat layak dicermati oleh para peziarah. Mobahing agama kasariring nabi. Mobahing bumi kasektining pujonggo (berkembangnya agama karena nabi, dan berkembang atau ramenya bumi karena kesaktian atau kepintaran penulis atau pengarang). Bila dikaji lebih dalam, Mbah Sunan mengingatkan akan dua hal, yakni mengingatkan akan kehidupan dunia dan akhirat. Keduanya harus seimbang, dengan begitu manusia tidak lupa akan dirinya.
Bila ditarik lebih jauh lagi, kasus ini juga bisa mengarah ke politik yang lebih luas. Seperti kondisi saat ini, bila sang pemimpin bangsa tidak hati-hati dalam bertindak, maka sama saja menggali lubangnya sendiri dan tentunya dia yang akan masuk ke dalamnya. Untungnya, aksi penggalian itu masih bisa dicegah atau diketahui orang lain sehingga meski bersusah payah, tetapi pemimpin bangsa yakni Susilo Bambang Yudhoyono masih selamat sampai akhir jabatannya.
Yang jelas, girat Sunan Bejagung telah tersingkap. Dan ini sebagai pertanda bahwa kebenaran dan kebaikan akan terungkap, sebab beliau seorang wali yang tentunya tingkah lakunya di mata masyarakat luas atau umat atau insya Allah cukup bagus. Untuk itu, bila para pemimpin bangsa ini kurang berhati-hati, maka kebenaran yang akan mengungkap kebobrokan semuanya.
Karena itu, Solomon mengingatkan bahwa pesan Mbah Sunan Mobahing agama kasariring nabi, mobahing bumi kasektining pujonggo harus benar-benar diperhatikan. Sulthonul hadi
Masih berkait kisaran hari-hari sangar (jelek), Mbah Hadi kembali mengingatkan, selain Samparwangke dan Taliwangke yang dominan menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, selama bulan Mei ini sebenarnya juga harus mewaspadai hari-hari lain yang juga punya karakter jelek, yakni Satria Wirang. Sekadar diketahui, dalam kisaran hari Satria Wirang ini kenyataannya juga sering terjadi peristiwa yang membuat keprihatinan. “Yang termasuk hari Satria Wirang dengan karakter jelek itu antara lain hari Senin Kliwon, Selasa Paing, Kamis Pon, Jumat Legi, dan Sabtu Wage. Sehingga sepanjang hari-hari tersebut setiap orang juga tak boleh terlena dan menyikapi secara bijak guna mendapatkan keselamatan,” tandas Mbah Hadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar